Minggu, 02 Juni 2013
Selasa, 28 Mei 2013
asuhan keperawatan pada anak
1.1 Latar
Belakang
Luasnya daerah permukaan saluran
cerna (traktus GL) dan fungsi digestifnya menunjukan betapa pentingnya makna
pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi
dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan
fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar
(barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju
maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular
akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit
pada bayi dan anak-anak. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut masih merupakan salah
satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai Negara yang
sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu milyar kasus
diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih
merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara
berkembang. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak
memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare.
(Dr.T.H. Rampengan, DSAK, 1993)
Sedangkan demam tifoid dan
paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid diseluruh dunia menurut data pada
tahun 2002 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian.
Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.
Demam tifoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat
endemis, dan masih merupakan problema kesehatan. Masyarkaat pada negara-negara
sedang berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia penderita demam
tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk pertahun dan tersebar di
mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling
sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 2-3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
sistematik yang disebabkan kuman batang gram negatif salmonella typhi maupun
salmonella para typhi A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh kuman tersebut, dikenal sebagai penularan
tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting kebiasaan untuk cara hidup
bersih. (Ngastiyah, 2005)
Di Indonesia, demam tifoid masih
merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit ini dapat menimbulkan
kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar penyakit
dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin
terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu
hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang
disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi.
Fenomena inilah yang menarik kami
untuk mengadakan penyusunan makalah dengan judul "Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Pencernaan Pada Anak Akibat Penyakit Diare dan Demam
Tifoid" dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang
diare demam tifoid lebih lanjut.
1.2 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini
kami bedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk tujuan umum dari
penyusunan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman mengenai gangguan
system pencernaan pada anak dengan bahasan diare dan typoid, dan untuk mengetahui
bagaimana penerapan asuhan keperawatan terhadap anak dengan gangguan sistem
pencernaan diare dan demam Tifoid . Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1. Mengetahui mengenai
pengertian, faktor-faktor penyebab, epidemiologi, etiologi, pathogenesis,
patofisiologi, gambaran klinis dan komplikasi yang terjadi pada penyakit diare
dan typoid.
2. Mengetahui pengkajian pada
pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, mengetahui cara
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan
diare dan demam tifoid, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam
tifoid, dan dapat mengetahui cara keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan
gangguan sistem pencernaan diare dan demam tifoid.
1.3 Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari
makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat
pengetahuan
Menambah
keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan umumnya, khususnya adalah keperawatan
anak.
2.
Manfaat
pendidikan
Memberikan
referensi tentang tingkat perkembangan anak dalam dunia pendidikan keperawatan
anak.
3. Manfaat
praktis
a. Bagi
profesi
Sebagai
salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan
khususnya tentang penyakit diare dan emam tifoid pada anak.
b. Bagi
orang tua
Memberikan
masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak saat terserang
penyakit diare dan demam typhoid.
c. Bagi
peneliti
Menambah khasanah
ilmu pengetahuan tentang proses keperawatan dan perkembangan anak.
1.4 Metodologi
Penulisan
Adapun
metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan
menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai
literature baik itu buku maupun dari berbagai media elektronik.
1.5 Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika dari penulisan
makalah ini terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
2.
Tujuan
penulisan
3.
Manfaat
penulisan
4.
Metodologi
penulisan
5.
Sistematika
penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tinjauan Teoritis
Saluran cerna berperan dalam
serangkaian proses : yakni proses ingesti makanan, proses digesti makanan yang
dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah, hati dan
pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap ( absorpsi ) ke dalam
tubuh. Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang
berupa bolus hasil campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan
ke arah anus, sisa dari masa yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus
(defekasi) berupa tinja. (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Gangguan pada saluran pencernaan
pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan bawaan atau di dapat.
Gangguan akibat kelainan yang di dapat disebabkan trauma atau adanya infeksi
baik pada saluran pencernaan atau di luar saluran cerna. Kelainan bawaan dapat
terjadi pada mulut, esophagus, pylorus, dan gangguan pasase di daerah duodenum,
atresia rekti , dan anus imperforate, penyakit hirschsprung, obstruksi
biliaris, dan omfalokel. Sedangkan gangguan akibat infeksi dapat disebabkan
oleh jamur (Candida albicans); basil coli (Escherichia coli); virus ; basil :
Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae dan parasit. (Ngastiyah. 2005)
Berbagai gangguan saluran cerna
yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah diare dan typhoid, penyakit
tersebut dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan reaksi pertahanan tubuh
yang bersifat akut akan mengakibatkan berbagai gejala dan komplikas sehingga
akan menstimulasi terjadinya perubahan-perubahan pada saluran pencernaan itu
sendiri.
Diare dapat disebabkan oleh
berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa
bencana bila ditanggulangi terlambat. Makanan dan minuman yang terkontaminasi
seperti makanan basi dan beracun, merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya penyakit diare, sehingga penyakit ini dianggap sangat rentan terhadap
anak-anak yang sedang melalui masa pertumbuhan dan perkembangan. Komplikasi
kehilangan yang akan ditimbulkan akibat diare diantaranya adalah : dehidrasi (
ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ), renjatan
hipovolemik, hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram ), hipoglikemia, intoleransi sekunder
akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase, kejang,
malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ).
(Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Sama halnya dengan typhoid, Demam
Tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang di tandai dengan bakteremia,
perubahan pada system retikuloendotelial yang bersipat difus, pembentukan
mikroabses dan ulseri Nodus Payer di distar ileum. Kriteria demam tifoid yaitu
penyakit infeksi akut yang di sebabkan salmonella
typhi, di tandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan
dan gangguan pada system saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan
kesadaran). (Ngastiyah. 2005)
2.2. Diare
2.2.1.
Pengertian Diare
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari
3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat
pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Hidayat.A, Aziz Alimul
.2008)
Diare
merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan, dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transfortasi air
dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di dunia terdapat kurang lebih 500
juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian
yang hidup di Negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi.
Gangguan diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus (gastroenteritis),
usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis).
Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. ( Dona L.Wong,
2008 )
Diare
akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut
di definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi
defekasi yang sering di sebab kab oleh agens infeksius dalam traktus GI.
Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA), atau sluran
kemih (ISK), terapi antibiotic,atau pemberian obat pencahar (laksativ). Diare
kronis di definisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi dan kandungan air
dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi
usus,defisiensi kekebalan, keracunan makanan,intoleransi laktosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak
memadai. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.2.
Faktor-faktor Penyebab Diare
Penyebab diare dapat dibagi dalam
beberapa faktor diantaranya :
1.
Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi
saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
Infeksi
enternal : Vibrio, E.Coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
Infeksi
Virus : Enterovirus (Virus ECHO,
coxsackie, Poliomyelitis), Adeno virus, Rotavirus, Astrovirus, dan
lain-lain .
Infeksi
parasit : Cacing (Ascaris, Trihuris,
okyuris, strongyloide) ; Protozoa (Entamoeba
histolytika, Giardian Lambli, Trichomonas hominis). Jamur (Candida
Albicans).
b.
Infeksi
parenteral : ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitas / tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di
bawah 2 tahun.
c.
Faktor
Malabsorbsi
Malabsorbsi
karbohidrat disakarida ( intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa ),
monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa ). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi
lemak.
Malabsorbsi
protein.
d.
Faktor
makanan
Makanan
basi, beracun, alergi terhadap makanan
e.
Faktor
psikologis
Rasa
takut dan cemas ( jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar ).
(Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)
2.2.3. Epidemiologi
Diare ISPA dan penyakit-penyakit
yang dapat di cegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab utama kematian
pada golongan umur balita. Berbagai factor memepengaruhi kejadian diare
diantaranya adalah factor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan
social ekonomi dan perilaku masyarakat. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Faktor lingkungan yang di maksud
adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan putting susu,
kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air untuk mengolah susu
dan,makanan. Factor gizi misalnya adalah
tidak di berikannya makanan tambahan maskipun anak telah berusia 4-6
bulan, factor pendidikan yang utama adalah pengetahuan Ibu tentang masalah
kesehatan. Factor kependudukan menunjukan bahwa insidens diare lebih tinggi
pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan factor
perilaku orang tua dan masyarakat
misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan
makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Kesemua factor yang
tersebut di atas terkait dengan factor ekonomi masing-masing keluarga. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2.2.4.
Etiologi
Kebanyakan mikroorganisme
pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui makanan
atau air yang terkontaminasi atau di tularkan antar manusia dengan kontak yang
erat. Kurang nya air bersih, tinggalnya berdesakan, hygiene yang buruk, kurang
gizi dan sanitasi yang jelek merupakan factor resiko utama, khususnya untuk
terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen. Peningkatan insidensi dan
beratnya penyakit diare pada bayi juga berhubungan dengan perubahan yang
spesifik menurut usia pada kerentanan terhadap mikroorganisme patogen. Sistem
kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan banyak mikroorganisme patogen
sehingga tidak mempunyai antibody pelindung yang di dapat. ( Dona L.Wong, 2008
)
Rotavirus merupakan agen yang
paling penting yang menyebabkan penyakit diare disertai dehidrasi pada
anak-anak kecil di seluruh dunia. Infeksi rotavirus menyebabakan sebagian
perawatan di rumah sakit karena diare berat bagi anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Miroorgisme Giardia Lamblia dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling banyak menimbulkan
diare infeksius akut. Pemakaian antibiotic juga berkaitan dengan diare.
Antibiotik dapat mengubah flora usus yang normal, dan penurunan jumlah bakteri
kolon akan mengakibatkan absorpsi karbohidrat yang berlebihan serta diare
osmotic. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.5.
Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan
timbulnya diare ialah :
1.
Gangguan
osmotic
Akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meninggi sehinggaterjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga diare.
2.
Gangguan
sekresi
Akibat
rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.
Gangguan
sekresi
Akibat
rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
4.
Gangguan
motilitas usus
Hiperperistaltik
akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula. (Ngastiyah. 2005)
2.2.6. Patofisiologi
Sebagai
akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1.
Kehilangan
air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolic, hipokalemia)
2.
Gangguan
gizi akibat kelaparan (masukan kurangt, pengeluaran bertambah).
3.
Hipoglikemia
4.
Gangguan
sirkulasi darah. (Ngastiyah. 2005)
2.2.7. Gambaran Klinis
Mul-mula
pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang
atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau
lendir darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau – hijauan karena bercampur
dengan cairan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung ( pada bayi , selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering. (Ngastiyah. 2005)
2.2.8. Komplikasi kehilangan akibat diare
1. Dehidrasi
( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau hipertonik ).
2. Renjatan
hipovolemik.
3. Hipokalemia
( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogram ).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi
sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6. Kejang,
7. Malnutrisi
energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Ngastiyah.
2005)
2.3.
Tifoid
2.3.1. Pengertian
Demam
tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Shalmonella typhosa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. (Ngastiyah. 2005)
2.3.2. Faktor – faktor penyebab tifoid
Manusia
merupakan satu-satu nya sumber penularan alami salmonella tyfhi, melalui kontak langsung atau tidak langsung
dengan seorang penderita demam typoid atau karier kronis. Transmisi kuman
terutama dengan cara menelan makan atau air yang tercemar tinja manusia.
Epidemi demam typoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan
masalah yang paling utama. Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara
transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam
kandungan, atau tertular pada saat di lahirkan oleh seorang ibu yang merupakan
karier typoid dengan rute fekal oral. Seorang yang telah terinfeksi salmonella typhi dapat karier kronis dan
mengekresikan mikro organis selama beberapa tahun. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK.
1993)
2.3.3.
Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropics terutama di daerah
dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan
sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam
tifoid di Negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum, dan standar hygiene industry pengolahan makanan yang masih
rendah titik menurut pang, selain karena meningktnya urbanisasi, demam tifoid
masih terus menjadi masalah karena beberapa factor lain yaitu, penyediaan air
bersih yang kurang memadai, adanya strain yang resisten terhadap antibiotic,
masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan mambuat
diagnosis yang pasti, pathogenesis dan factor virulensi. Demam tifoid disebakan
oleh Salmonella Thypi yang dapat
bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka erhadap proses
klorinasi dan pateurisasi pada suhu 630 C. (Soegeng Soegijanto,2002)
2.3.4.
Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di
isolasi pertama kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman
pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil,
bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella
typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini
memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
Bakteri
ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :
1.
Antigen dinding sel (O) yang merupakan
lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
2.
Antigen flagella (H) yang merupakan komponen
protein berada dalam flagella dan bersifat
spesifik spesies.
3.
Antigen
virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
4.
Outer Membrane protein (OMP),
Antigen OMP S. typhi merupakan bagian
dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi
sebagai barier fisik yang mengendalikan zat dan cairan kedalam membrane
sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat
hidup pada tubuh manusia. sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier,
dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2.3.5.
Patogenesis
Infeksi terjadi pada saluran
pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke
dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil yang
tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil
masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh
terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa di atas plak penyeri. Tukak tersebut dapat menyebabkan
pendarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada
usus. (Ngastiyah. 2005)
2.3.6.
Patofisiologi
Umumnya
prognosis tifus abdominalis tidak begitu berbahaya, asal pasien cepat berobat.
Mortalitas pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi berbahaya jika
terdapat gambaran klinis yang berat seperti :
a.
Demam
tinggi ( hiperpireksia ) atau febris kontinua.
b.
Kesadaran
sangat menurun ( sopor, koma atau delirium )
c.
Terdapat
komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi. (Ngastiyah.
2005)
2.3.7.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis demam tifoid pada
anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui
minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perassaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak
bersemangat dan nafsu makan kurang.
Gambaran klinis yang biasa
ditemukan ialah :
1.
Demam
Pada
kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada
minggu ketiga suhu berangsung turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
2.
Gangguan
pada saluran pencernaan.
Pada
mulut terdapat nafas berbau tidak seda, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden
). Lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung ( meteorismus ). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.
Gangguan
Kesadaran
Umunya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen.,
jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
( kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan ). (Ngastiyah. 2005)
2.3.8.
Komplikasi
Pada usus halus, umumnya jarang
terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a.
Pendarahan
usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak dapat
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.
b.
Perforasi
usus
Perforasi yang tidak disertai
peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c.
Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi
tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut,
yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defence musculair ).
Komplikasi di luar usus, terjadi
karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ), yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefalopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunde, yaitu
bronkopneumonia. (Ngastiyah. 2005)
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Asuhan Keperawatan Anak dengan
Masalah Diare
A.
Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui
kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien
untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas
pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan
tempat tinggal.
1.
Identitas
Meliputi identitas klien yaitu :
nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab :
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien,
dan alamat.
2.
Keluhan
utama
Merupakan hal yang paling klien
rasakan
Contoh : BAB lebih dari 3 x
3.
Riwayat
Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien
pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity,
region, radiaton, severity scala dan time.
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan),
lebih dari 14 hari (diare kronis).
4.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah pernah mengalami diare sebelumnya,
pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida
albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang
mengalami diare.
6.
Riwayat
Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada
klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.
7.
Riwayat
Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap
psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat
menerima pada apa yang dideritanya.
8.
Lingkungan
dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai
kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Antopometri
Pengukuran panjang badan, berat
badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen
membesar,
2.
Keadaan
umum
Klien lemah, gelisah, rewel,
lesu, kesadaran menurun.
3.
Kepala
Ubun-ubun tak teraba cekung
karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
4.
Mata
Cekung, kering, sangat cekung
5.
Sistem
pencernaan
Mukosa mulut kering, distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum.
6.
Sistem
Pernafasan
Dispnea, pernafasan cepat > 40
x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7.
Sistem
kardiovaskuler
8.
Sistem
integumen
Warna kulit pucat, turgor menurun
> 2 dt, suhu meningkat > 375 derajat celsius, akral hangat,
akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
9.
Sistem
perkemihan
Urin produksi oliguria sampai
anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
10. Dampak
hospitalisasi
Semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Laboratorium
:
Ø Feses
kultur : Bakteri, virus, parasit,
candida
Ø Serum
elektrolit : Hipo natremi,
Hipernatremi, hipokalemi
Ø AGD :
asidosis metabolic
Ø Faal
ginjal : UC meningkat
(GGA)
2.
Radiologi
:
Mungkin ditemukan bronchopneumoni
B.
Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
DS : -
DO :
·
Ubun-ubun
cekung
·
Berat
badan turun
·
Bising
usus meningkat
·
Turgor
kurang
·
Frekuensi
buang air besar meningkat
·
Muntah
|
(Gangguan
Osmotik)
Makanan
/ zat yang tidak dapat diserap oleh usus.
Tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat
Terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus.
Isi rongga usus berlebihan
Merangsang rongga usus yang berlebihan
Diare
|
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
|
DS :
·
Klien
mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Berat
badan turun
|
Gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit
Lambung
/ saluran pencernaan meradang
Nafsu
makan berkurang / tidak ada
Intake
nutrisi kurang
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
DS :
·
Klien
menyatakan nteri pada bagian daerah anus
DO :
·
Frekuensi
buang air besar meningkat
·
Lecet
di sekitar anus
|
Gangguan
absorpsi usus
Frekuensi
buang air besar meningkat
Anus
dan sekitarnya basah dan lembab
Anus
dan sekitarnya lecet
|
Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus.
|
DS :
·
Klien
menyatakan badannya terasa panas
DO :
·
Suhu
lebih dari 380C
·
Cengeng
|
Invasi
kuman di usus
Multiplikasi
dalam usus
Peradangan Pengeluaran
usus toksin
Tanda dan Merangsang
radang hypotalamus
Peningkatan Peningkatan
Suhu tubuh Suhu tubuh
|
Gangguan
rasa nyaman : panas (hypertermi)
|
C.
Diagnosa Perawatan
1.
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic.
2.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake nutrisi
sekunder terhadap muntah dan diare.
3.
Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi
sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat
4.
Gangguan
rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya
intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare.
D.
Perencanaan Keperawatan
No.
|
Diagnosa Perawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic. Ditandai dengan
:
DS : -
DO :
·
Ubun-ubun
cekung
·
Berat
badan turun
·
Bising
usus meningkat
·
Turgor
kurang
·
Frekuensi
buang air besar meningkat
·
Muntah
|
Tupen :
Kebutuhan cairan terpenuhi dalam jangka waktu 1x
24 jam.
Tupan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
dalam jangka waktu 3x24 jam.
Dengan criteria hasil :
- Tanda vital dalam batas
normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
- Turgor elastik ,
membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
- Konsistensi BAB
lembek, frekwensi 1 kali perhari
|
- Pantau
tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
- Pantau intake dan output
- Timbang berat badan setiap hari
- Anjurkan keluarga untuk memberi
minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
- Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum
elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
2. Cairan parenteral ( IV line )
sesuai dengan umur
3. Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
|
Penurunan sirkulasi volume
cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin.
Dehidrasi dapat meningkatkan
laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
Mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang secara oral
Koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
Mengganti cairan dan elektrolit
secara adekuat dan cepat.
Anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
|
2.
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan tidak adequatnya intake
nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien
mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Berat
badan turun
|
Tupen :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam jangka waktu 2
hari
Tupan :
Setelah dilakukan
tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Dengan criteria hasil :
– Nafsu makan meningkat
|
- Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet
(makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
- Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari
bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
- Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan
- Monitor intake dan out put dalam 24 jam
- Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah
serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin
( A)
|
Serat tinggi, lemak,air terlalu
panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
Situasi yang nyaman, rileks
akan merangsang nafsu makan.
Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
Mengetahui jumlah output dapat
merencenakan jumlah makanan.
Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
pertumbuhan
|
3.
|
Potensial
kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi
sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien menyatakan
nteri pada bagian daerah anus
DO :
·
Frekuensi
buang air besar meningkat
·
Lecet
di sekitar anus
|
Kerusakan kulit tidak terjadi, dengan criteria
hasil :
– Tidak terjadi iritasi :
kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
|
- Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat
tidur
- Demontrasikan serta libatkan
keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya)
- Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu
2-3 jam
|
Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
Mencegah terjadinya iritassi
kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
Melancarkan
vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
iritasi .
|
4
|
Gangguan
rasa nyaman panas (hypertermi) berhubungan dengan proses tidak adequatnya
intake nutrisi sekunder terhadap muntah dan diare. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien
menyatakan badannya terasa panas
DO :
·
Suhu
lebih dari 380C
·
Cengeng
|
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, dengan
criteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal
( 36-37,5 C)
|
- Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
- Berikan kompres hangat
- Kolaborasi pemberian
antipirektik
|
Deteksi dini terjadinya
perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Merangsang pusat pengatur panas
untuk menurunkan produksi panas tubuh
Merangsang pusat pengatur panas
di otak.
|
3.2
Asuhan Keperawatan Anak dengan
Masalah Tifoid
A.
Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui
kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien
untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas
pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan
tempat tinggal.
1.
Identitas
Meliputi identitas klien yaitu :
nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab :
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien,
dan alamat.
2.
Keluhan
utama
Pada pasien tifoid biasanya
mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
3.
Riwayat
Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien
pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity,
region, radiaton, severity scala dan time.
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah
demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat
(anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma.
4.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit
thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
5.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.
6.
Riwayat
Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada
klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT, dll.
7.
Riwayat
Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap
psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat
menerima pada apa yang dideritanya.
8.
Lingkungan
dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai
kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan
Fisik
1.
Keadaan
umum
Biasanya pada pasien typhoid
mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2.
Kepala
Kepala tidak ada bernjolan,
rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak
odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3.
Dada dan
abdomen
Dada
normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri
tekan.
4.
Sistem
respirasi
Apa ada
pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5.
Sistem
kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan
typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan
tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6.
Sistem
integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat,
berkeringat banyak, akral hangat.
7.
Sistem
eliminasi
Pada
pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8.
Sistem
muskuloskolesal
Apakah
ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9.
Sistem
endokrin
Apakah di
dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10. Sistem
persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau
apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan
yang mendukung diagnosis :
Ø Darah
tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif
(jarang), dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
2.
Pemeriksaan
konfirmasi diagnosis :
Ø Biakan
empedu dari bahan darah atau sumsum tulang
Ø Serologis
widal bila perlu diulang pada saat penyembuhan.
3.
Pemeriksaan
penunjang komplikasi :
Ø Perdarahan
usus ringan/tersembunyi : uji benzidin tinja.
Ø Perforasi
usus/peritonitis : foto polos perut tiga posisi.
Ø Kolesistitis
: USG hati dan kandung empe
Ø Meningitis/ensefalitis
: punksi lumbal
Ø Bronkhopneumonia
: thoraks foto.
Ø Hepatitis
: uji faal hati dan SGOT/SGP
B.
Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
DS :
·
Klien
mengeluh badannya panas
DO :
·
Suhu
tubuh > 380 C
·
Leukosit
< 5000 / mm3
·
Frekuensi
nadi > 100x / menit
·
Muka
merah
·
Bibir
pecah-pecah
·
Banyak
keringat
|
Makanan
yang terkontaminasi Salmonela Typosa atau Salmonela Paratyphi A,B,C
Masuk
usus halus lalu terjadi proses infeksi
Masuk
ke dalam aliran darah
Bakteri melepas Endotoksin
Merangsang sintesa dalam pelepasan zat pytrogen
oleh leukosit pada jaringan yang merangsang
Infeksi disampaikan Hypotalamus bagian
termoregulator melalui ductus toracicus.
|
Gangguan
keseimbangan suhu
|
DS :
·
Klien
mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·
Porsi
makan tidak habis dari yang disediakan
·
Klien
tampak lemah
·
Klien
muntah
·
Berat
badan menurun
|
Proses
infeksi di usus halus
Fungsi
usus halus dalam mengabsorbsi makanan terganggu
Sari-sari
makanan yang diabsorbsi menurun
Nutrisi
kurang terpenuhi
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi
|
DS :
·
Klien
mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
·
Porsi
makan tidak habis
·
Klien
tampak lemah
Klien bedrest, aktivitas di
bantu
|
Intake
nutrisi lemah
Metabolisme
glukosa terganggu
Pembentukan ATP dan ADP terganggu
Energi berkurang dan terjadi kelemahan otot
Aktivitas
terganggu
|
Gangguan
aktivitas sehari-hari
|
DS : -
DO :
·
Suhu
tubuh . 380 C
·
Pengeluaran
sekresi keringat banyak
·
Minum
air kurang
·
Bibir
kering dan pecah-pecah
|
Peningkatan suhu tubuh
Dilatasi pembuluh darah
Evaporasi berlebih
Dehidrasi
|
Potensial
terjadi dehidrasi
|
C.
Diagnosa Perawatan
1.
Gangguan
keseimbangan suhu tubuh ( hyperthermia ) berhubungan dengan adanya infeksi
dalam tubuh
2.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi
makanan terganggu
3.
Gangguan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah.
4.
Potensial
terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang
D.
Perencanaan Keperawatan
No.
|
Diagnosa Perawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
keseimbangan suhu tubuh (hyperthermia) berhubungan dengan adanya infeksi
dalam tubuh. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien
mengeluh badannya panas
DO :
·
Suhu
tubuh > 380 C
·
Leukosit
< 5000 / mm3
·
Frekuensi
nadi > 100x / menit
·
Muka
merah
·
Bibir
pecah-pecah
·
Banyak
keringat
|
Suhu tubuh normal dalam waktu 3x24 jam dengan
criteria :
- Suhu : 36 – 37 0 C
- Klien tidak mengeluh adanya
panas badan
|
- Observasi
TTV tiap 4 jam sekali
- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang peningkatan suhu tubuh
- Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan
menyerap keringat
- Batasi pengunjung
- Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum 2,5
liter / ± 24 jam
- Memberikan kompres dingin
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotik dan antipiretik.
|
Tanda-tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Klien dan keluarga mengetahui
sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
Menjaga agar klien merasa
nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan
Agar klien merasa tenang dan
udara di dalam ruangan tidak terasa panas
Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak
Untuk membantu menurunkan suhu
tubuh
Antibiotik untuk mengurangi
infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.
|
2.
|
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi
makanan terganggu. Ditandai dengan :
DS :
·
Klien
mengatakan mulut terasa pahit dan badan lemas
DO :
·
Porsi
makan tidak habis dari yang disediakan
·
Klien
tampak lemah
·
Klien
muntah
·
Berat
badan menurun
|
Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
adekuat, dengan criteria :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
porsi yang diberikan
|
- Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat
makanan/nutrisi
- Timbang berat badan klien setiap 2 hari
- Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung
banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan
saat masih hangat.
- Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi
sering.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida
dan nutrisi parenteral
|
Untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat
badan
Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah
ditelan.
Untuk menghindari mual dan muntah
Antasida
mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang |
3.
|
Gangguan
aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi pasien lemah. Ditandai dengan
:
DS :
·
Klien
mengatakan lemah untuk melakukan aktivitas
DO :
·
Porsi
makan tidak habis
·
Klien
tampak lemah
·
Klien
bedrest, aktivitas di bantu
|
Aktivitas sehari-hari terpenuhi dalam waktu 3x 24
jam, dengan criteria :
- Klien mampu melakukan aktivitas tanpa dibantu
|
- Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk
melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri)
- Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan,
minum)
- Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
- Berikan latihan mobilisasi secara bertahap
sesudah demam hilang
|
Agar pasien dan keluarga mengetahui
pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest
Untuk mengetahui sejauh mana
kelemahan yang terjadi
Mempermudah pasien dalam
melakukan aktivitas.
Menghindari kekakuan sendi dan
mencegah adanya dekubitus
|
4
|
Potensial
terjadi dehidrasi berhubungan dengan pemasukan cairan yang kurang, ditandai
dengan :
DS : -
DO :
·
Suhu
tubuh . 380 C
·
Pengeluaran
sekresi keringat banyak
·
Minum
air kurang
·
Bibir
kering dan pecah-pecah
|
Kekurangan cairan tidak terjadi
dalam kurun waktu 3x24 jam , dengan criteria :
- Turgor kembali normal
- Kelopak mata tidak cekung
- Klien tampak segar
|
- Berikan penjelasan tentang
pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga
- Observasi pemasukan dan
pengeluaran cairan
- Anjurkan pasien untuk banyak
minum 2,5 liter / ± 24 jam.
- Observasi kelancaran tetesan
infuse.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
terapi cairan (oral / parenteral).
|
Mempermudah pemberian cairan
(minum) pada pasien.
Untuk mengetahui keseimbangan
cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan
cairan
Untuk pemenuhan kebutuhan
cairan dan mencegah adanya edema.
Untuk pemenuhan kebutuhan
cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
|
BAB IV
PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
Makna
pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi
dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan
fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar
(barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses menuju
maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi.
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau
dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja.
Sedangkan
demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran.
Kedua penyakit ini dapat menyebar
dengan mudah melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Tranmisi kuman
dapat melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah tercemar sehingga
transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak, maka
tak heran ketika data departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka
kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk
semua golongan umur balita. Anka kematian diare golongan umur balita adalah
sekitar 4 per 1000 balita. Sedangkan pada kasus deman tifoid prevalensi
terdapat 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun.
Hal ini terjadi hampir 85 %
dikarenakan kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan
gaya hidup sehat, diantaranya paparan lingkungan yang patogenik, diet yang
tidak memadai, dan malnutrisi yang menunjang penyebab timbulnya suatu penyakit.
1.2
Saran
Diharapkan makalah
ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai bekal terutama ketika
melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan anak, sehinga kami
menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi makalah ini
sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.
DAFTAR PUSTAKA
Wong,
Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. ECG. Jakarta
Donna,
Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984
Donna L.Wong, dkk.2002.Buku Ajar Leperawatan Pediatrik.Ed.6.Jakarta;EGC
Langganan:
Postingan (Atom)